Monday, August 19, 2013

TIRAKAT DAN TAPABRATA

Tirakat
Manusia jawa(tiyang Jawi) pada umumnya rela /mau dengan sengaja,
menempuh kesukaran dan ketidaknyamanan untuk maksud-maksud ritual dalam
budaya ritual keagamaan, yang berakar dari pikiran bahwa usaha-usaha seperti
itu dapat membuat orang teguh imannya dan mampu mengatasi kesukarankesukaran,
kesedihan dan kekecewaan dalam hidupnya. Mereka juga bahwa
orang bisa menjadi lebih tekun, dan terutama bahwa orang yang telah
melakukan usaha semacam itu kelak akan mendapatkan pahala.Tirakat kadangkadang
dijalankan dengan berpantang makan selain nasi putih saja (Mutih) pada
hari senin dan kamis, dengan jalan berpuasa pada bulan puasa (Siyam) ada
terkadang juga berpuasa selama beberapa hari (Nglowong) menjelang hari-hari
besar Islam, seperti pada Bakda Besar (Bulan pertama menurut perhitungan
orang Jawa), yaitu bulan Sura. Orang Jawa juga mempunyai adat untuk hanya
makan sedikit sekali (tidak lebih daripada yang dapat dikepal dengan satu
tangan) ngepel, untuk jatah makannya selama satu atau dua hari, atau adat
untuk berpuasa dan menyendiri dalam suatu ruangan (ngebleng), bahkan ada
juga yang melakukannya di dalam suatu ruangan yang gelap pekat, yang tidak
dapat ditembus oleh sinar cahaya (patigeni)
Tirakat dapat juga dijalankan pada saat-saat khusus, misalnya pada waktu
orang menghadapi suatu tugas berat, waktu mengalami krisis dalam keluarga,
jabatan, atau dalam hubungan dengan orang lain, tetapi dapat juga pada waktu
suatu masyarakat atau negara berada dalam suatu masa bahaya, pada waktu
terkena bencana alam, epidemi dan sebagianya. Dalam keadaan seperti itu
melakukan tirakat dapat dianggap sebagai tanda rasa prihatin yang dianggap
perlu oleh orang Jawa bila seseorang berada dalam keadaan bahaya.

Bertapa ( Tapabrata )
Tapabrata dianggap oleh para penganut Agami Jawi sebagai suatu hal yang
sangat penting, Dalam kesusateraan kuno orang kuno, konsep tapa dan
tapabrata diambil langsung dari konsep Hindu tapas, yang berasal dari bukubuku
Veda. Selama berabad-abad para pertapa dianggap sebagai orang
keramat, dan anggapan bahwa dengan menjalankan kehidupan yang ketat
dengan disiplin tinggi, serta mampu menahan hawa nafsu, orang dapat mencapai
tujuan-tujuan yang sangat penting. Dalam cerita-cerita wayang kita sering
dapat menjumpai adanya tokoh pahlawan yang menjalankan tapa.
Orang jawa mengenal berbagai cara bertapa, dan cara-cara itu telah
disebutkan oleh J. Knebel (1897 : 119-120 ) dalam karangannya mengenai kisah
Darmakusuma, murid dari seorang wali di abad ke 16, berbagai cara
menjalankan tapa adalah :
1.Tapa ngalong, dengan bergantung terbalik, dengan kedua kaki diikat pada
dahan sebuah pohon.
2.Tapa nguwat, yaitu bersamadi disamping makam ( nenek-moyang anggota
keluarga, atau orang keramat, untuk suatu jangka waktu tertentu.
3.Tapa bisu, dengan menahan diri untuk tidak berbicara, cara bertapa
semacam ini biasanya didahului oleh suatu janji.
4.Tapa bolot, yaitu tidak dan tidak membersihkan diri selama jangka waktu
tertentu.
5.Tapa ngidang, dengan jalan menyingkir sendiri ke dalam hutan.
6.Tapa ngramban, dengan menyendiri di dalam hutan dan hanya makan
tumbuh-tumbuhan
7.Tapa ngambang, dengan jalan meremdam diri di tengah sungai selama
beberapa waktu yang sudah ditentukan.
8.Tapa ngeli, adalah cara bersamadi dengan membiarkan diri dihanyutkan arus
air di atas sebuah rakit.
9.Tapa tilem, dengan cara tidur untuk suatu jangka waktu tertentu tanpa
makan apa-apa.
10.Tapa mutih, yaitu hanya makan nasi saja, tanpa lauk pauk.
11.Tapa mangan, dilakukan dengan jalan tidak tidur, tetapi boleh makan.
Ketiga jenis tapa yang tersebut terakhir, sebenarnya juga dilakukan oleh orangorang
yang hanya menjalankan tirakat aja, oleh karena itu batas antara tirakat
dan tapabrata itu tidak begitu jelas. Walaupun demikian bahwa kita harus
memperhatikan bahwa ke 11 jenis tapabrata itu jarang dilakukan secara
terpisah, semua biasanya dijalankan dengan tata urut tersendiri, atau
dilakukan dengan cara menggabung-gabungkan.
Oleh karena itu tapa semacam itu mirip dengan tapas pada orang hindu dahulu,
sehingga dengan demikian ada suatu perbedaan fungsional antara tirakat dan
tapabrata. Namun sering terjadi bahwa orang melakukan tapabrata bersamaan
dengan samadi, dengan maksud untuk memperoleh wahyu. Tentu saja tujuan
dari tapa semacam ini adalah untuk mendapatkan kenikmatan duniawian,
akhirnya perlu disebutkan bahwa pada orang Jawa tapa merupakan salah satu
cara penting dan utama untuk bersatu dengan Tuhan.

No comments:

Post a Comment