Meditasi dibagi dalam dua alur besar. Yakni meditasi mikorokosmos atau pemusatan konsentrasi pada jagad alit yakni unsur-unsur yang ada dalam diri tubuh kita. Dan meditasi makrokosmos atau meditasi jagad ageng. Meditasi cakra merupakan subsistem dari meditasi mikrokosmos.
CAKRA DASAR, ROOT CHAKRA, Jayengdriyo, Muladhara :
Cakra pertama. Terletak di dasar tulang
belakang, berfungsi meningkatkan kemampuan kita dalam bertahan hidup dan
beradaptasi. Cakra ini sekali terbuka akan memberikan stabilitas yang
kita perlukan untuk memikul beban kita sehari-hari. Ketika cakra dasar
ini masih tertutup akan membuat kita takut pada perubahan. Tetapi sekali
terbuka akan menciptakan peluang bagi kita untuk menggapai kesempatan
merasakan indahnya kehidupan serta suatu kenikmatan dan anugrah yang
menakjubkan dalam kehidupan ini.
SEXUAL CHAKRA, JANALOKA atau Swadhishtana:
Cakra kedua ini terletak di balik wilayah alat genital. Sepadan dengan bait al-mukadas.
Cakra ini berkaitan dengan energi dan gairah seksual. Apabila energi
mengalir bebas diwilayah ini akan membawa energi positif dalam hidup
kita. Penyumbatan di daerah ini dapat mengakibatkan masalah seksualdan
reproduksi yang akan menghambat energi mengalir bebas dan menyebabkan
energi negatif dalam hidup kita.
CAKRA PUSAR, NAVEL CHAKRA atau Manipura :
Cakra ketiga. Cakra ini hubungannya
dengan energi dan terletak di bawah pusar. Cakra ini merupakan pusat
kekuatan tubuhdan merupakan titik luncur untuk energi prana. Meditasi
pada cakra ini akan membawa energi besar dan dapat digunakan untuk
menyerap energi yang besar pula. Biasanya meditasi cakra pusar secara
efektif diterapkan untuk membangkitkan “tenaga dalam” dan untuk
penyerapan energi alam seperti energi ombak laut, energi angin, energi
api, energi matahari, energi rembulan, energi bumi dsb.
CAKRA HATI, HEART CHAKRA atau Anahata :
Cakra keempat. Sepadan dengan bait al-muharam. Panggulunganing raosing karsa.
Cakra hati terletak persis di daerah jantung-hati dan berhubungan
dengan kebaikan yang besar dan cinta kasih. Meditasi pada cakra ini
dapat memiliki pengalaman batin yang mendalam dan membuka hati untuk
dapat merasakan keindahan sejati dalam memahami alam semesta. Cakra ini
berfungsi pula untuk menghubungkan antara pikiran (kesadaran) tubuh
(ragawi) dengan kesadaran jiwa (batin).
CAKRA TENGGOROKAN, THROAT CHAKRA atau Vishuddha :
Cakra kelima. Sepadan dengan bait al-makmur.
Titik energi cakra ini terletak di dasar tengkorak. Pusat energi ini
terutama terkait dengan kemampuan kita untuk mengekspresikan diri kita
sendiri dan juga memiliki dampak langsung pada sistem kelenjar kita.
Membuka cakra ini akan membantu mereka yang memiliki kendala sulit
berkomunikasi.
CAKRA ALIS, BROW CHAKRA, PAPASU, atau Ajna :
Disebut pula cakra keenam. Alam papat (empat); sukma wisesa (alam nuriah), sukma purba (alam siriyah), sukma langgeng (alam hidayat), sukma luhur
(alam jamma). Cakra ini terletak di antara kedua alis mata, disebut
juga sebagai mata ketiga. Sebagai titik di mana alam pikiran sadar dan
alam pikiran bawah sadar datang bersama-sama untuk membuka kemampuan
kita secara psikhis (innerworld) dan intuitif (kebatinan).
Meditasi pada cakra mata ketiga (third eye)
ini paling digemari para pemula meditasi. Karena diperolehnya wawasan
yang dalam dan luas bahkan mata ketiga dapat mulai terbuka. Memungkinkan
seseorang dapat melihat dimensi gaib dengan mata batinnya (third eye vision).
CAKRA MAHKOTA, CROWN CHAKRA, atau Mahasrara :
Disebut pula sebagai cakra ketujuh. Alam
langgeng, Uluhiah, Sang Jati. Ini dianggap sebagai chakra rohani, di
mana orang dapat menemukan kebijaksanaan yang sejati di mana pengetahuan
lahir dan batin, pengalaman fisik dan metafisik, wadag dan gaib, semua
dapat dialaminya.
Cakra ini sebagai titik energi di mana
pencerahan sejati dan bentuk realisasi diri dapat terjadi. Dalam tradisi
Jawa, mengasah cakra mahkota dapat menjadikan seseorang menjadi Permana Jati. Yakni mampu weruh sadurunge winarah atau mampu melihat sesuatu yang bersifat futuristik, dan weruh kasunyatan jati atau mengetahui kenyataan sesungguhnya apa yang sebenarnya terjadi di alam fana (jagad wadag) dan alam keabadian (jagad gaib).
Dapat dikatakan, terbukanya cakra mahkota dapat membuat seseorang
menyaksikan dan memahami suatu kenyataan, baik sesuatu secara fisik
maupun gaib. Oleh karena itu terbukanya cakra mahkota dapat meraih ngelmu kasunyatan
(pengetahuan yang nyata) yang meliputi wahana fisik dan gaib. Kita jadi
tahu apa yang sesungguhnya terjadi sekalipun di alam gaib. Oleh sebab
itu, bermeditasi pada cakra ini akan menghasilkan efek yang mendalam dan
harus didekati dengan cara hati-hati dan dibekali pemahaman yang
memadai. Karena bisa jadi pelaku meditasi akan terkejut dan bingung melihat kasunyatan gaib (realitas gaib), ternyata tidak sesuai dengan apa yang tidak sekedar diyakininya (ujare, katanya) selama ini. Dalam spiritual Jawa seseorang yang dapat menerima “Wahyu Keprabon” atau wahyu kepemimpinan (wahyu singgasana kekuasaan untuk menjadi RI-1) atau dalam pewayangan dinamakan “Wahyu Makutarama”
hanyalah orang-orang yang sudah terbuka cakra ketujuhnya. Sehingga akan
membawa keberhasilan seorang Presiden dalam masa kepemimpinannya.
Meditasi merupakan PEMUSATAN PIKIRAN,
mengkonsentrasikan DAYA CIPTA pada satu titik yang ada di dalam tubuh
kita. Arah pemusatannya melalui jalan sugesti atau saran dari kekuatan
pikiran. Pemusatan pikiran pada satu hal saja yakni pada cakra-cakra
yang ingin dibuka atau dibangkitkan.
Sementara itu, olah semedi merupakan penghentian atas semua gerak-gerik cipta. Digantikan dengan PEMUSATAN pada RAHSA atau rasasejati untuk memahami sejatining rasa pangrasa.
Pemusatan rasa akan terjadi setelah kita MELEPAS SEMUA KEGIATAN
PIKIR-MEMIKIR. Sehingga akan dicapai keadaan “suwung” atau kosong dari
segala pikiran dan kemudian masuk (manjing) ke dalam keheningan batin yang “suwung” (awang uwung). Duwe rasa ora duwe rasa duwe, atau “punya rasa, tidak punya rasa punya”. Nah, untuk meraih keberhasilan dalam membuka cakra ketujuh, Anda harus melakukan olah semedi.
UNIVERSAL VALUE
Meditasi pada cakra-cakra kita merupakan
cara yang efektif untuk membangun energi dan meraih kesadaran spiritual.
Ada tiga cakra yang harus kita konsentrasikan untuk meraih
keberhasilan. Hal ini akan membuahkan hasil terbesar serta meningkatkan
kesadaran dimensi kita dalam waktu sesingkat mungkin. Ini sangat
dibutuhkan bagi siapapun yang ingin meraih kesembangan yang lebih baik.
Keseimbangan diri dengan dimensi sosial (self & social dimension),
diri dengan alam (microcosmos & macrocosmos). Orang yang meraih
“keseimbangan” akan berada dalam irama yang harmoni. Yakni orang-orang
yang selalu memperoleh berkah dan anugrah, yang selalu menebar berkah dan anugrah
kepada seluruh makhluk. Itulah orang yang meraih derajat kemuliaan.
DERAJAT KEMULIAAN ditentukan oleh apa yang diperbuat seseorang selama
hidupnya. Apakah Anda percaya, jika kondisi seseorang menjelang ajal
termasuk mencerminkan derajat kemuliaannya? Sudah berapa kali Anda
menunggui orang di saat menjelang ajal? Cobalah cermati dgn kepekaan
mata hati, dengan kebeningan mata batin, ternyata “keyakinan” seseorang
tidak berhubungan langsung dengan kondisi akhir saat sakaratul maut
tiba. Yang menentukan derajat tetap saj perbuatan. Bagi yang tak percaya
boleh saja toh kelak akan membuktikan sendiri pada waktu yang sudah
terlambat. Keyakinan yang dianut sebagai sarana pendidikan untuk
membangun budi pekerti luhur bagi penganutnya. Budi pekerti menentukan
“corak warna” apa yang diperbuat oleh seseorang. “Corak warna” perbuatan
setiap orang lah yang pada akhirnya menentukan derajat kemuliaan. Yang
ada adalah ngunduh uwohing pakarti, atau menuai buah budi pekerti, bukan ngunduh uwohing agami. Karena agami berfungsi sebagai salah satu “media tanam” bagi tumbuhnya “tanaman” bernama budi pekerti luhur.
Meditasi cakra merupakan salah satu cara
di antara milyaran cara yang dapat dilakukan manusia untuk menggapai
level keluhuran budi pekerti, untuk meraih derajat kemuliaan hidup yang
tinggi. Seseorang yang telah terbuka cakra mahkotanya, ialah orang yang telah mencapai maqom ke 7. Tentu
saja derajat maqom ini akan tercermin dalam pola pikir, segala sikap,
dan tindak perbuatannya. Sebaliknya fanatisme terhadap suatu agama,
budaya, dan falsafah hidup barulah mencerminkan terbukanya cakra level
dasar. Celakanya, orang-orang yang baru terbuka cakra dasarnya
biasanya justru bersikap seolah sudah menggapai maqom ke tujuh. Sudah
merupakan hukum alam bahwa “air beriak tanda tak dalam”.
No comments:
Post a Comment