Monday, August 19, 2013

NGELMU KEJAWEN: KASAMPURNAN

Ngilmu Kasampurnan

Serat Kekiyasanning Pangracutan salah satu buah karya sastra Sultan Agung
raja atara ( 1613 - 1645 ) rupa-rupanya Serat Kekiyasaning Pangrautan juga
menjadi narasumber dala penulisan Serat Wirid Hidayat Jati oleh R.Ng
Ronggowarsito karena ada beberapa bab yang terdapat pada Serat
kekiyasanning Pangrautan terdapat pula pada Serat Wirid Hidayat Jati. Pada
manuskrip huruf Jawa Serat kekiyasanning Pangracutan tersebut telah ditulis
kembali pada tahun shaka 1857 / 1935 masehi. Disyahkan oleh pujangga di
Surakarta RONG no-GO ma-WAR ni SI ra TO = Ronggowarsito atau R.. Ng.
Rongowarsito.

SARASEHAN ILMU KESAMPURNAAN
Ini adalah keterangan Serat Suatu pelajaran tentang Pangracutan yang telah
disusun oleh Baginda Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma di Mataram atas
berkenan beliau untuk membicarakan dan temu nalar dalam hal ilmu yang
sangat rahasia, untuk mendapatkan kepastian dan kejelasan dengan harapan
dapat dirembuk dengan para ahli ilmu kasampurnaan.
Adapun mereka yang diundang dalam temu nalar itu adalah :
1. Panembahan Purbaya
2. Panembahan Juminah
3. Panembahan Ratu Pekik di Surabaya
4. Panembahan Juru Kithing
5. Pangeran di Kadilangu
6. Pangeran di Kudus
7. Pangeran di Tembayat
8. Pangeran Kajuran
9. Pangeran Wangga
10. Kyai Pengulu Ahmad Kategan

1. Berbagai Kejadian Pada Jenazah

Adapun yang menjadi pembicaraan, beliau menanyakan apa yang telah terjadi
setelah manusia itu meninggal dunia, ternyata mengalami bermacam-macam
kejadian pada jenazahnya dari berbagai cerita umum, juga menjadi suatu
kenyataan bagi mereka yang sering menyaksikan keadaan jenazah yang salah
kejadian atau berbagai macam kejadian pada keadaan jenazah adalah berbagai
diketengahkan dibawah ini :
1) Ada yang langsung membusuk
2) Ada pula yang jenazahnya utuh
3) Ada yang tidak berbentuk lagi, hilang bentuk jenazah
4) Ada pula yang meleleh menjadi cair
5) Ada yang menjadi mustika (permata)
6) Istimewanya ada yang menjadi hantu
7) Bahkan ada yang menjelma menjadi hewan.
Masih banyak pula kejadiaanya, lalu bagaimana hal itu dapat terjadi apa yang
menjadi penyebabnya. Adapun menurut para pakar setelah mereka bersepakat
disimpulkan suatui pendapat sebagai berikut :
Sepakat dengan pendapat Sultan Agung bahwa manusia itu setelah meninggal
keadaan jenazahnya berbeda-beda itu suatu tanda bahwa disebabkan karena
ada kelainan atau salah kejadian (tidak wajar), makanya demikian karena pada
waktu masih hidup berbuat dosa setelah menjadi mayat pun akan mengalami
sesuatu masuk kedalam alam penasaran. Karena pada waktu pada saat sedang
memasuki proses sakaratul maut hatinya menjadi ragu, takut, kurang kuat
tekadnya, tidak dapat memusatkan pikiran hanya untuk satu ialah menghadapi
maut. Maka ada berbagai bab dalam mempelajari ilmu ma’rifat, seperti yang
akan kami utarakan berikut ini :
1. Pada waktu masih hidupnya, siapapun yang senang tenggelam dalam
kekayaan dan kemewahan, tidak mengenal tapa brata, setelah mencapai akhir
hayatnya, maka jenazahnya akan menjadi busuk dan kemudian menjadi tanah
liat sukmanya melayang gentayangan dapat diumpamakan bagaikan rama-rama
tanpa mata sebaliknya, bila pada saat hidupnya gemar menyucikan diri lahir
maupun batin. Hal tersebut sudah termasuk lampah maka kejadiannya tidak
akan demikian.
2. Pada waktu masih hidup bagi mereka yang kuat pusaka tetapi tidak
mengenal batas waktunya bila tiba saat kematiannya maka mayatnya akn
terongok menjadi batu dan membuat tanah perkuburannya itu menjadi sanggar
adapun rohnya akan menjadi danyang semoro bumi walaupun begitu bila masa
hidupnya mempunyai sifat nrima atau sabar artinya makan tidur tidak
bermewah-mewah cukup seadanya dengan perasaan tulus lahir batin
kemungkinan tidaklah seperti diatas kejadiannya pada akhir hidupnya.
3. Pada masa hidupnya seseorang yang menjalani lampah tidak tidur tetapi
tidak ada batas waktu tertentu pada umumnya disaat kematiannya kelak maka
jenaahnya akan keluar dari liang lahatnya karena terkena pengaruh dari
berbagai hantu yang menakutkan. Adapun sukmanya menitis pada hewan.
Walaupun begitu bila pada masa hidupnya disertai sifat rela bila meninggal
tidak akan keliru jalannya.
4. Siapapun yang melantur dalam mencegah syahwat atau hubungan seks tanpa
mengenal waktu pada saat kematiannya kelak jenazahnya akan lenyap
melayang masuk kedalam alamnya jin, setan, dan roh halus lainnya sukmanya
sering menjelma menjadi semacam benalu atau menempel pada orang seperti
menjadi gondaruwo dan sebagainya yang masih senang mengganggu wanita
kalau berada pada pohon yang besar kalau pohon itu di potong maka benalu
tadi akan ikut mati walaupun begitu bila mada masa hidupnya disertakan sifat
jujur tidak berbuat mesum, tidak berzinah, bermain seks dengan wanita yang
bukan haknya, semuanya itu jika tidak dilanggar tidak akan begitu kejadiannya
kelak.
5. Pada waktu masih hidup selalu sabar dan tawakal dapat menahan hawa nafsu
berani dalam lampah dan menjalani mati didalamnya hidup, misalnya
mengharapkan janganlah sampai berbudi rendah, rona muka manis, dengan
tutur kata sopan, sabar dan sederhana semuanya itu janganlah sampai
belebihan dan haruslah tahu tempatnya situasi dan kondisi dan demikian itu
pada umumnya bila tiba akhir hayatnya maka keadaan jenazahnya akan
mendapatkan kemuliaan sempurna dalam keadaannya yang hakiki. Kembali
menyatu dengan zat yang Maha Agung, yang dapat mneghukum dapat
menciptakan apa saja ada bila menghendaki datang menurut kemauannya
apalagi bila disertakan sifat welas asih, akan abadilah menyatunya Kawulo
Gusti.
Oleh karenanya bagi orang yang ingin mempelajari ilmu ma’arifat haruslah
dapat menjalani : Iman, Tauhid dan Ma’rifat.

2. Berbagai Jenis Kematian
Pada ketika itu Baginda Sultan Agung Prabu Hanyangkra Kusuma merasa senang
atas segala pembicaraan dan pendapat yang telah disampaikan tadi. Kemudian
beliau melanjutkan pembicaraan lagi tentang berbagai jenis kematian misalnya
Mati Kisas
Mati kias
Mati sahid
Mati salih
Mati tewas
Mati apes
Semuanya itu beliau berharap agar dijelaskan apa maksudnya maka yang hadir
memberikan jawaban sebagai berikut :
Mati Kisas, adalah suatu jenis kematian karena hukuman mati. Akibat dari
perbuatan orang itu karena membunuh, kemudian dijatuhi hukuman karena
keputusan pengadilan atas wewenang raja.
Mati Kias, adalah suatu jenis kematian akibatkan oleh suatu perbuatan
misalnya: nafas atau mati melahirkan.
Mati Syahid, adalah suatu jenis kematian karena gugur dalam perang, dibajak,
dirampok, disamun.
Mati Salih, adalah suatu jenis kematian karena kelaparan, bunuh diri karena
mendapat aib atau sangat bersedih.
Mati Tiwas, adalah suatu jenis kematian karena tenggelam, disambar petir,
tertimpa pohon , jatuh memanjat pohon, dan sebagainya.
Mati Apes, suatu jenis kematian karena ambah-ambahan, epidemi karena
santet atau tenung dari orang lain yang demikian itu benar-benar tidak dapat
sampai pada kematian yang sempurna atau kesedanjati bahkan dekat sekali
pada alam penasaran.
Berkatalah beliau : “Sebab-sebab kematian tadi yang mengakibatkan
kejadiannya lalu apakah tidak ada perbedaannya antara yang berilmu dengan
yang bodoh ? Andaikan yang menerima akibat dari kematian seornag pakarnya
ilmu mistik, mengapa tidak dapat mencabut seketika itu juga ?”
Dijawab oleh yang menghadap : “Yang begitu itu mungkin disebabkan karena
terkejut menghadapi hal-hal yang tiba-tiba. Maka tidak teringat lagi dengan
ilmu yang diyakininya dalam batin yang dirasakan hanyalah penderitaan dan
rasa sakit saja. Andaikan dia mengingat keyakinan ilmunya mungkin akan kacau
didalam melaksanakannya tetapi kalau selalu ingat petunjuk-petunjuk dari
gurunya maka kemungkinan besar dapat mencabut seketika itu juga.
Setelah mendengar jawaban itu beliau merasa masih kurang puas menurut
pendaat beliau bahwa sebelum seseorang terkena bencana apakah tidak ada
suatu firasat dalam batin dan pikiran, kok tidak terasa kalau hanya begitu saja
beliau kurang sependapat oleh karenanya beliau mengharapkan untuk
dimusyawarahkan sampai tuntas dan mendapatkan suatu pendapat yang lebih
masuk akal.
Kyai Ahmad Katengan menghaturkan sembah: “Sabda paduka adalah benar,
karena sebenarnya semua itu masih belum tentu , hanyalah Kangjeng
Susuhunan Kalijogo sendiri yang dapat melaksanakan ngracut jasad seketika ,
tidak terduga siapa yang dapat menyamainya 3. Wedaran Angracut Jasad
Adapun Pangracutan Jasad yang dipergunakan oleh Kangjeng Susuhunan
Kalijogo, penjelasannya yang telah diwasiatkan kepada anak cucu seperti ini
caranya:
“Badan jasmaniku telah suci, kubawa dalam keadaan nyata, tidak diakibatkan
kematian, dapat mulai sempurna hidup abadi selamanya, didunia aku hidup,
sampai di alam nyata (akherat) aku juga hidup, dari kodrat iradatku, jadi apa
yang kuciptakan, yang kuinginkan ada, dan datang yang kukehendaki”.

3. Wedaran Menghancurkan Jasad
Adapun pesan beliau Kangjeng Susuhunan di Kalijogo sebagai berikut :
“Siapapun yang menginginkan dapat menghancurkan tubuh seketika atau
terjadinya mukjijat seperti para Nabi, mendatangkan keramat seperti para
Wali, mendatangkan ma’unah seperti para Mukmin Khas, dengan cara
menjalani tapa brata seperti pesan dari Kangjeng Susuhunan di Ampel Denta :
Menahan Hawa Nafsu, selama seribu hari siang dan malamnya sekalian.
Menahan syahwat (seks), selama seratus hari siang dan malam
Tidak berbicara, artinya membisu, dalam empat puluh hari siang dan malam
Puasa padam api, tujuh hari tujuh malam
Jaga, lamanya tiga hari tiga malam
Mati raga, tidak bergerak lamanya sehari semalam.
Adapun pembagian waktunya dalam lampah seribu hari seribu malam itu
beginilah caranya :
1. Manahan hawa nafsu, bila telah mendapat 900 hari lalu teruskan dengan
2. Menahan syahwat, bila telah mencapai 60 hari, lalu dirangkap juga dengan
3. Membisu tanpa berpuasa selama 40 hari, lalu lanjutkan dengan
4. Puasa pati selama 7 hari tujuh malam, lalu dilanjutkan dengan
5. Jaga, selama tiga hari tiga malam, lanjutkan dengan
6. Pati raga selama sehari semalam.

Adapun caranya Pati Raga adalah : tangan bersidakep kaki membujur dan
menutup sembilan lobang ditubuh, tidak bergerak-gerak, menahan tidak
berdehem, batuk, tidak meludah, tidak berak, tidak kencing selama sehari
semalam tersebut. Yang bergerak tinggallah kedipnya mata, tarikan nafas,
anapas, tanapas nupus, artinya tinggal keluar masuknya nafas, yang tenang
jangan sampai bersengal-sengal campur baur.
Perlunya Pati Raga Baginda Sultan Agung bertanya : “Apakah manfaatnya Pati Raga itu ?”
Kyai Penghulu Ahmad Kategan menjawab : “Adapun perlunya pati raga itu,
sebagai sarana melatih kenyataan, supaya dapat mengetahui pisah dan
kumpulnya Kawula Gusti, bagi para pakar ilmu kebatinan pada jaman kuno dulu
dinamakan dapat Meraga Sukma, artinya berbadan sukma, oleh karenanya
dapat mendakatkan yang jauh, apa yang dicipta jadi, mengadakan apapun yang
dikehendaki, mendatangkan sekehendaknya, semuanya itu dapat dijadikan
suatu sarana pada awal akhir. Bila dipergunakan ketika masih hidup di Dunia
ada manfaatnya, begitu juga dipergunakan kelak bila telah sampai pada
sakaratul maut.

No comments:

Post a Comment