KERAJAAN SALAKANAGARA
1. Maharaja Dewawarman I (130 – 168)
Sebelum mendirikan kerajaan Salakanagara, beliau adalah seorang utusan dari Maharaja Palawa. Dalam menjalankan tugasnya sebagai utusan raja tersebut, beliau pernah mengunjungi kerajaan-kerajaan di Ujung Mendini, Bumi Sopala, Yawana, Syangka, Cina, dan Abasid (Mesopotamia).
Raja ini memiliki dua orang istri, yang pertama merupakan putri dari Benggala (India) dan yang kedua adalah puteri dari Aki Tirem yang bernama Pohaci Larasati.
Setelah mendirikan Salakanagara, beliau bergelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Haji Raksa Gapura Sagara (selanjutnya disebut Dewawarman I). Sedangkan Pohaci Larasati (permaisurinya) bergelar Dewi Dwani Rahayu.
Dewawarman I, kerap kali harus memimpin langsung pasukannya untuk menumpas para bajak laut. Karena beliau begitu ahli dalam bertempur, maka para perompak saat itu dapat ditumpas dan enggan untuk memasuki wilayah Salakanagara.
Kemungkinan Dewawarman I pada masa kekuasaannya, membentuk sebuah kompleks candi di daerah Batujaya (Karawang). Bangunan candi-candi kecil yang semuanya berjumlah 24 buah tersebut memperlihatkan unsur bangunan agama Budha.
Dari pernikahannya yang pertama dengan putri Benggala, beliau memiliki putra yang bernama Singasagara Bhimayasawirya. Sedangkan dari pernikahannya dengan Pohaci Larasati, Dewawarman I memiliki beberapa orang anak. Anak laki-laki tertua yang bernama Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra (Dewawarman II) menggantikan kedudukan ayahnya selaku penguasa Salakanagara.
2. Maharaja Dewawarman II (168 - 195)
Beliau tidak memiliki putra laki-laki sebagai penerus tahta. Dari permaisurinya yang berasal dari Jawa Tengah, lahirlah seorang putri yang bernama Dewi Tirta Lengkara dan kemudian dinikahkan dengan seorang raja daerah Ujung Kulon yang bernama Darma Satyanagara.
Karena aturan saat itu hanya memperbolehkan seorang putra laki-laki yang berhak menggantikan kedudukan raja, maka saat Dewawarman II turun tahta, tampuk kekuasaan diteruskan oleh saudara tirinya yaitu oleh Singasagara Bhimayasawirya (anak Dewawarman I dari seorang putri di Bengala, India).
3. Maharaja Dewawarman III (195 – 238)
Pada saat dinobatkan menjadi raja, beliau diberi gelar Dewawarman III. Di masa kekuasaanya, para bajak laut mulai muncul kembali setelah sekian lama menghilang ditumpas oleh ayahnya (Dewawarman I). Melalui pertempuran, bajak laut yang berasal dari Cina berhasil ditumpas oleh Dewawarman III bersama pasukannya.
Untuk urusan politik kerajaan, Dewawarman III mengadakan hubungan diplomatik dengan Kerajaan di Cina dan India.
Kemungkinan karena tidak memiliki trah atau garis keturunan dari Aki Tirem, maka saat Dewawarman III turun tahta, tampuk kekuasaan diserahkan pada Darma Satyanagara, seorang raja daerah Ujung Kulon yang merupakan menantu dari Dewawarman II.
4. Maharaja Dewawarman IV (238 – 251)
Nama asli dari raja ini yaitu Darma Satyanagara. Pada awalnya dia merupakan raja dari Kerajaan Ujung Kulon (kerajaan bawahan Salakanagara). Namun setelah beliau menikah dengan Tirta Lengkara (puteri sulung Dewawarman II), maka beliau dipercayakan sebagai penerus tahta Kerajaan Salakanagara.
Dari pernikahannya dengan Tirta Lengkara, lahirlah seorang puteri yang bernama Mahisa Saramhardini Warmandewi.
5. Maharaja Dewawarman V (251 – 276)
Saat Dewawarman IV turun tahta, lagi-lagi Salakanagara tidak memiliki putra mahkota seorang laki-laki. Tradisi kerajaan yang mengharuskan laki-laki sebagai raja, tidak dapat terpenuhi. Untuk mengatasi keadaan ini, maka suami dari putri sulung Dewawarman IV (Mahisa Saramhardini Warmandewi) yang bernama Darmasatyajaya dinobatkan sebagai raja dan diperkenankan memakai gelar Dewawarman V.
Disamping bertindak sebagai raja, Dewawarman V memiliki jabatan lain yaitu sebagai Senapati Sarwajala (panglima angkatan laut Salakanagara). Dalam menjalankan tugasnya sebagai panglima angkatan laut, beliau gugur di saat perang menghadapi bajak laut.
6. Mahisa Suramardini Warmamdewi (276 – 289)
Beliau meneruskan tahta suaminya yang gugur di pertempuran, sambil menunggu putra sulungnya dewasa. Dengan demikian, sang ratu ini tercatat sebagai wanita pertama yang memegang tampuk kekuasaan tertinggi di suatu kerajaan yang ada di barat Jawa.
7. Maharaja Dewawarman VI (289 – 308)
Raja ini merupakan putra sulung dari pasangan Dewawarman V dan Mahisa Saramhardini Warmandewi. Beliau memiliki nama asli yaitu Prabu Ganayanadewa Linggabumi.
Beliau memiliki permaisuri yang berasal dari India. Dari pernikahannya itu lahir 3 orang putera dan 3 orang puteri, antara lain :
1. Prabu Bima Digwijaya Satyaganapati, kelak menjadi penerus tahta Salakanagara.
2. Salaka Kancana Warmandewi, puteri ini menikah dengan menteri Kerajaan Gaudi (Benggala, India Timur).
3. Kartika Candra Warmandewi, puteri ini menikah dengan raja-muda dari negeri Yawana (daerah di daratan Asia Tenggara).
4. Gopala Jayangrana, kelak menjadi menteri di Kerajaan Calankayana (India).
5. Sri Gandari Lengkaradewi, puteri ini menikah dengan menteri-panglima angkatan laut Kerajaan Palawa (India).
6. Skandamuka Dewawarman Jayasastru, kelak menajadi senapati Salakanagara.
8. Maharaja Dewawarman VII (308 – 340)
Dewawarman VII merupakan putera sulung dari Dewawarman VI. Saat penobatannya sebagai raja Salakanagara, beliau bergelar Prabu Bima Digwijaya Satyaganapati.
Beliau memiliki hubungan kekerabatan dengan Kerajaan Bakulapura (Kutai, Kalimantan). Kekerabatan ini berdasarkan kakak permaisuri dari Dewawarman VII menikah dengan Atwangga (raja Bakulapura). Pernikahan antara kakak ipar Dewawarman dengan raja Bakulapura itu, lahirlah Kudungga (kelak menjadi raja pertama Kerajaan Kutai). Dewawarman VII memiliki putri sulung yang bernama Spatikarnawa Warmandewi.
9. Senopati Krodamaruta ( 340 )
Krodamaruta adalah anak dari Gopala Jayangrana (putra ke-4 dari Dewawarman VI yang bertugas sebagai menteri di Calankayana). Krodamaruta merebut tahta Salakanagara persis disaat Dewawarman VII wafat.
Senapati Krodamaruta tiba di ibukota Rajatapura dari Kerajaan Calankayana bersama ratusan pasukan bersenjata lengkap dan langsung mengklaim dirinya sebagai penerus kerajaan Salakanagara tanpa menghiraukan adat pergantian kekuasaan yang selama ini dijalankan. Peristiwa ini terjadi karena Krodamaruta melihat peluang ketika ahli waris tahta Salakanagara yang sah adalah seorang perempuan dan belum bersuami.
Karena sikapnya yang melanggar adat pergantian kekuasaan, Krodamaruta tidak disukai oleh keluarga keraton dan penduduk Salakanagara. Beruntunglah peristiwa yang tidak harmonis antara pemimpin dengan bawahan di Salakanagara ini tidak berlangsung lama, karena Krodamaruta tewas tertimpa batu besar yang longsor dari puncak bukit ketika sedang berburu di hutan.
Krodamaruta hanya berkuasa selama 3 bulan.
10. Spartikarnawa Warmandewi (340 – 348)
Untuk mengisi kekosongan kekuasan, akhirnya dengan terpaksa puteri ini mengambil alih tahta Salakanagara meskipun saat itu ia belum menikah. Beliau terkenal cantik, pintar serta bijaksana.
Di saat kekuasaannya tepatnya pada tahun 346, ibukota Rajatapura kedatangan pengungsi dari Kerajaan Palawa karena kerajaan tersebut telah dikuasai oleh Kerajaan Samudragupta (India). Diantara para rombongan pengungsi itu terdapat bibi dari Spatikarnawa Warmandewi yang bernama Sri Gandari Lengkaradewi (puteri ke-5 dari Dewawarman VI).
Spatikarnawa Warmandewi berkuasa hingga saat beliau menikah dengan saudara sepupunya (anak laki-laki dari Sri Gandari Lengkaradewi).
11. Maharaja Dewawarman VIII (348 – 362)
Sebelum menjadi suami dari Spatikarnawa Warmandewi, beliau merupakan panglima angkatan laut Kerajaan Palawa. Di saat dinobatkan sebagai raja Salakanagara, beliau diberi gelar Prabu Darmawirya Dewawarman.
Pada masa kekuasaannya inilah, Salakanagara mencapai puncak keemasannya. Kehidupan penduduk makmur sentosa, dan sang raja memajukan kehidupan keagamaan. Mayoritas penduduk saat itu memeluk agama Ganapati yang memuja Ganesha. Sedangkan sisanya ada yang memuja Wisnu, Siwa, Siwa-Wisnu, dan kepercayaan asli leluhur.
Dewawarman VIII membuat candi dan patung bagi semua penganut agama yang ada saat itu. Untuk penganut Siwa dibuatkan Siwa Mahadewa dengan hiasan bulan sabit pada kepalanya (mardhacandrakapala). Untuk penganut Ganapati dibuatkan patung Ganesha (Ghayanadawa). Tidak ketinggalan juga patung Wisnu dia persembahkan bagi para pemujanya.
Raja ini juga mendirikan candi di wilayah Lebak Cibedug, (sekarang termasuk Kabupaten Lebak). Konon menurut pengamatan satelit pengindraan minyak Amerika Serikat, candi ini memiliki 2 kali luas dari Candi Borobudur.( Penyusun belum menemukan bukti otentik dari keterangan ini).
Dewawarman VIII mempunyai 2 orang permaisuri. Yang pertama adalah Spatikarnawa Warmandewi yang kelak menurunkan keturunan menjadi raja-raja di barat Jawa dan Kalimantan. Sedangkan permaisuri yang kedua bernama Candralocana (puteri seorang Brahmana dari Calankayana), dari permaisuri ini lahirlah keturunan yang kelak menjadi raja-raja di pulau Sumatera, Semenanjung, dan Jawa Tengah.
Berikut ini merupakan putra-putri dari Dewawarman VIII :
1. Iswari Tunggal Pertiwi Warmadewi (Dewi Minawati), puteri ini kelak menikah dengan Sang Maharesi Jayasingawarman (pendiri Kerajaan Tarumanagara).
2. Aswawarman, putera ini diangkat anak sejak kecil oleh Kudungga (raja pertama Kerajaan Kutai), kemudian dijodohkan dengan puterinya dan akhirnya meneruskan kekuasaan di Kutai.
3. Dewi Indari, kelak puteri ini menikah dengan Maharesi Santanu (Raja Kerajaan Indraprahasta yang pertama).
Putera-puterinya yang lain tinggal di Yawana dan Semenanjung. Sementara yang hijrah ke pulau Sumatera, kelak akan menurunkan keturunan raja-raja disana termasuk Sang Adityawarman (Raja Sriwijaya). Sedangkan putranya yang bungsu menjadi penerus Kerajaan Salakanagara dengan gelar Dewawarman IX.
12. Maharaja Dewawarman IX (362-?)
Di masa pemerintahannya, pamor kekuasaan Salakanagara menurun drastis, hal ini bertolak belakang dengan prestasi dari ayahnya (Dewawarman VIII) yang membawa Salakanagara dalam kemakmuran. Salakanagara semakin kehilangan “gaungnya” dan akhirnya terlampaui oleh Kerajaan Tarumanagara, bahkan menjadi wilayah kekuasaan dari kerajaan baru itu.
Setelah menjadi wilayah kekuasaan Tarumanagara, riwayat raja-raja yang berkuasa di Salakanagara tidak tercatat dalam sejarah. Namun yang pasti, Salakanagara termasuk kerajaan sekutu dari Tarumanagara saat menghadapi beberapa pemberontakan di Tarumanagara.
PENINGGALAN KERAJAAN SALAKANAGARA
Situs yang menguatkan dugaan bahwa terdapat Kerajaan Salakanagara dapat kita jumpai di Ciaruteun, daerah Cihampea, Kabupaten Bogor. Di lokasi situs banyak ditemukan umpak (penyangga tiang kayu). Setiap umpak memiliki ukuran yang cukup besar, yaitu 50 x 50 centimeter dan tinggi 75 centimeter. Di samping temuan umpak, di seputar situs juga banyak ditemukan adanya menhir, batu datar (dolmen; untuk upacara persembahyangan), batu berundak, dan lain sebagainya. Hal ini diindikasikan kepercayaan penduduk Salakanagara merupakan kepercayaan dengan budaya megalitik, yang memiliki sebuah kepercayaan yaitu menghormati roh leluhur.
Peninggalan kerajaan Salakanagara yang lainya adalah situs Cihunjuran di Gunung Pulosari, Pandeglang Banten.
KERAJAAN TARUMANEGARA
Secara alamiah Tarumanagara menjadi lebih besar dari Salakanagara, sehingga pada masa pemerintahan Dewawarman IX Salakanagara malah hanya menjadian bagian Kerajaan Tarumanagara. Tidak tercatat peperangan pada masa transisi ini. Mungkin karena kuatnya pertalian darah antar mereka.
Total tercatat 12 raja yang memerintah Tarumanagara.
Raja-raja Tarumanegara
No | Raja | Masa pemerintahan |
1 | Jayasingawarman | 358-382 |
2 | Dharmayawarman | 382-395 |
3 | Purnawarman | 395-434 |
4 | Wisnuwarman | 434-455 |
5 | Indrawarman | 455-515 |
6 | Candrawarman | 515-535 |
7 | Suryawarman | 535-561 |
8 | Kertawarman | 561-628 |
9 | Sudhawarman | 628-639 |
10 | Hariwangsawarman | 639-640 |
11 | Nagajayawarman | 640-666 |
12 | Linggawarman | 666-669
|
Masa masa Jayasigawarman dan Dharmawarman adalah masa masa konsolidasi. Puncak keemasan Tarumanagara terjadi pada saat Purnawarman berkuasa. Pada saat itulah kata Sunda mulai digunakan. Dipakai untuk menamai ibukota baru Sundapura yang terletak kurang lebih antara Bekasi - Bogor sekarang. Sunda berartiberkilau, putih, suci, bersih, jernih, murni. Sementara luas wilayah juga mengembang sampai ke Purbalingga, Jawa Tengah sekarang . Total terdapat 47 kerajaan kecil bawahan Tarumanagara.
Pada masa Wisnuwarman terjadi kudeta besar yang melibatkan Cakrawarman, panglima perang sejak jaman Purnawarman dan sejumlah besar menteri dan pasukan terlibat. Kudeta gagal, dan Cakrawarman tewas. Raja raja setelahnya memimpin dengan damai tanpa kejadian berarti. Catatan khusus diberikan kepada Suryawarman karena pada eranya seorang brahmana dari Calankayana, Manikmaya, ditikahkan dengan puterinya, Dewi Tirtakencana. Kemudian pasangan ini dihadiahi sebuah kerajaan bernama Kendan, sesuai dengan nama lokasinya (sekarang kurang lebih di Nagreg). Kerajaan Kendan ini nantinya bermetamorfosa menjadi medang jati, dan akhirnya menjadi Kerajaan Galuh.
Skandal besar terjadi pada masa Raja ke 8. Kertawarman menikahi Setyawati dari golongan sudra. Keadaan bertambah rumit karena Setyawati berpura pura hamil, padahal Kertawarman diketahui mandul. Untuk menutupi skandal ini, sang Raja mengangkat anak angkat, Brajagiri, dari golongan sudra juga. Manuver yang gagal, karena suasana kerajaan memanas. Namun sampai akhir hayatnya, Kertawarman tetap menjadi raja.
Kertawarman kemudian digantikan oleh adiknya, Sudhawarman. Sudhawarman digantikan anaknya, Hariwangsawarman, yang beribu India, dan dibesarkan di kerajaan Palawa. Didikan India menjadikannya keras dalam memegang aturan kasta. Sehingga Brajagiri yang saat itu memegang jabatan senapati diturunkan pangkatnya menjadi penjaga gerbang keraton. Brajagiri yang sakit hati kemudian membunuh Hariwangsawarman. Tragedi kembali menyelimuti Tarumanagara.
Era Nagajayawarman praktis tidak ada skandal yang berarti. Linggawarman kemudian tampil memimpin. Namun tanda tanda kemerosotan Tarumanagara mulai terlihat. Sepeninggalan Linggawarman, Tarusbawa, menantu Linggawarman yang bercita cita mengembalikan kejayaan masa Purnawarman, mengubah nama kerajaan menjadi Kerajaan Sunda.
KERAJAAN INDRAPRAHASTA
Lokasi Kerajaan ini kurang lebih di Cirebon selatan sekarang. Seperti halnya riwayat kerajaan kerajaan Sunda kuno, pendirian kerajaan ini diawali kedatangan maharesi dari India. Maharesi Sentanu melarikan diri dari Sungai Gangga menghindari kejaran Raja Samudragupta.
Kedatangannya disambut hangat Raja Dewawarman VIII, bahkan dinikahkan dengan puteri ketiganya, Dewi Indari. Mereka dijinkannya untuk membuka permukiman di lereng gunung Ciremai. Permukiman yang terus berkembang sehingga membentuk kerajaan yang dinamakan Indraprahasta. Sentanu menjadi raja pertama (363-398). Raja Sentanu diteruskan oleh putera sulungnya, Jayasatyanagara ( 398-421). Pada masa ini Kerajaan Indrapahasta ditaklukkan oleh Purnawarman, dan menjadi kerajaan bawahan Tarumanagara.
Tahta diteruskan kepada anaknya, Wiryabanyu (421-444) yang bersahabat dengan Wisnuwarman, raja ke 4 Tarumanagara. Disaat pemberontakan Cakrawarman, Kerajaan Indraprahasta bersama 6 kerajaan bawahan Tarumanagara lainnya berhasil menghancurkan pasukan pemberontak. Persahabatan Indraprahasta dan Tarumanegara lebih erat lagi ketika Puteri Wirabanyu, Suklawatidewi, dipersunting Wisnuwarman. Dari pernikahan tersebut lahir Indrawarman, yang menjadi penerus Wisnuwarman.
Dari raja ke 4 sampai raja ke 10, tidak ada peristiwa khusus yang terjadi. Raja ke 11, Wisnumurti, mempunyai seorang puteri yang dipersunting raja terakhir Tarumanegara, Linggawarman. Pada saat raja ke 13, Padmahariwangsa, Kerajaan Tarumanegara pecah menjadi Sunda dan Galuh. Karena posisi geografisnya, Indprahasta menjadi bagian dari Galuh, bahkan ikut dalam perebutan kekuasaan dengan mendukung Purbasora. Akibatnya Raja ke 14, Wiratara menjadi sasaran gempuran dinasti Sanjaya dari Mataram Kuno. Kerajaan Indraprahasta, akhirnya benar benar hancur tidak bersisa.
MATARAM KUNO
Dinasti
Syailendra
* Sri Indrawarman
(752-775)
* Wisnuwarman (775-782)
* Daranindra (Sri Wirarairimathana (782-812)
* Samaratungga (812-833)
* Pramodhawardhani (833-856), menikah dengan Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya)
Dinasti Sanjaya
* Sanjaya(sanjaya)
(732-7xx)
* Rakai Panangkaran : Dyah Pancapana (syailendra)
* Rakai Panunggalan
* Rakai Warak
* Rakai Garung
* Rakai Patapan (8xx-838)
* Rakai Pikatan (838-855), mendepak Dinasti Syailendra
* Rakai Kayuwangi (855-885)
* Dyah Tagwas (885)
* Rakai Panumwangan Dyah Dewendra (885-887)
* Rakai Gurunwangi Dyah Badra (887)
* Rakai Watuhumalang (894-898)
* Rakai Watukura Dyah Balitung (898-910)
* Daksa (910-919)
* Tulodong (919-921)
* Dyah Wawa (924-928)
* Mpu Sindok (928-929), memindahkan pusat kerajaan ke Jawa Timur (Medang)
Medang
* Mpu Sindok (929-947)
* Sri Isyanatunggawijaya (947-9xx)
* Makutawangsawardhana (9xx-985)
* Dharmawangsa Teguh (985-1006)
Kahuripan
* Airlangga (1019-1045),
mendirikan kerajaan di reruntuhan Medang
(Airlangga kemudian
memecah Kerajaan Kahuripan menjadi dua: Janggala dan Kadiri)
Janggala
(tidak diketahui
silsilah raja-raja Janggala hingga tahun 1116)
Kadiri
(tidak diketahui
silsilah raja-raja Kadiri hingga tahun 1116)
* Kameswara
(1116-1135), mempersatukan kembali Kadiri dan Panjalu
* Jayabaya (1135-1159)
* Rakai Sirikan (1159-1169)
* Sri Aryeswara (1169-1171)
* Sri Candra (1171-1182)
* Kertajaya (1182-1222)
Singhasari
* Ken Arok (1222-1227)
* Anusapati (1227-1248)
* Tohjaya (1248)
* Ranggawuni (Wisnuwardhana) (1248-1254)
* Kertanagara ( 1254-1292)
Majapahit
* Raden Wijaya
(Kertarajasa Jayawardhana) (1293-1309)
* Jayanagara (1309-1328)
* Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350)
* Hayam Wuruk (Rajasanagara) (1350-1389)
* Wikramawardhana (1390-1428)
* Suhita (1429-1447)
* Dyah Kertawijaya (1447-1451)
* Rajasawardhana (1451-1453)
* Girishawardhana (1456-1466)
* Singhawikramawardhana (Suraprabhawa) (1466-1474)
* Girindrawardhana Dyah Wijayakarana(1468-1478)
* Singawardhana Dyah Wijayakusuma (menurut Pararaton menjadi Raja Majapahit
selama 4 bulan sebelum wafat secara mendadak ) ( ? – 1486 )
* Girindrawardhana Dyah Ranawijaya alias Bhre Kertabumi (diduga kuat sebagai
Brawijaya, menurut Kitab Pararaton ) (1474-1519)
Demak
* Raden Patah (1478 –
1518)
* Pati Unus (1518 – 1521)
* Sultan Trenggono (1521 – 1546)
* Sunan Prawoto (1546 – 1549)
Kesultanan Pajang
* Jaka Tingkir,
bergelar Sultan Hadiwijoyo (1549 – 1582)
* Arya Pangiri, bergelar Sultan Ngawantipuro (1583 – 1586)
* Pangeran Benawa, bergelar Sultan Prabuwijoyo (1586 – 1587)
* R.Aj.Sarakusuma, bergelar Sultan Sarakusuma (1587-1598)
* R.M.Sarakusuma bergelar Sultan Sarakusuma (1598-1603)
* R.M.Bardani bergelar Sultan Bardani (1603-1669)
* R.M.Patrananggabergelar Sultan Prabu Patranangga (1669-1700)
* R.Ranajuda I bergelar Sultan Ranauda I (1700-1731)
* R.Ranajuda II bergelar Sultan Ranajuda II (1731-1790)
* R.Ngt.Tirtadranabergelar Sultan Tirtadrana (1790-1842)
* R.Ngt.Kartadiwirjabergelar Sultan Kartadiwirja (1842-1900)
* R.Kartadimadjabergelar Sultan Kartadimadja (1900-1950)
* R.Ngt.Suto Subrotobergelar Sultan Prabu Mangkir
(1950-1990)
* R.Haryonobergelar Sultan Malih Pasang (1990-2008)
* R.Ngt.A.Wahyu Ningrat bergelar Sultan Prabu Hadiwijoyo II (2008-sekarang)
Mataram Baru
Daftar ini merupakan
Daftar penguasa Mataram Baru atau juga disebut sebagai Mataram Islam. Catatan:
sebagian nama penguasa di bawah ini dieja menurut ejaan bahasa Jawa.
* Ki Ageng Pamanahan,
menerima tanah perdikan Mataram dari Jaka Tingkir
* Panembahan Senopati (Raden Sutawijaya) (1587 – 1601), menjadikan Mataram
sebagai kerajaan merdeka.
* Panembahan Hanyakrawati (Raden Mas Jolang) (1601 – 1613)
* Adipati Martapura (1613 selama satu hari)
* Sultan Agung (Raden Mas Rangsang / Prabu Hanyakrakusuma) (1613 – 1645)
* Amangkurat I (Sinuhun Tegal Arum) (1645 – 1677)
Kasunanan Kartasura
1. Amangkurat II (1680
– 1702), pendiri Kartasura.
2. Amangkurat III (1702 – 1705), dibuang VOC ke Srilangka.
3. Pakubuwana I (1705 – 1719), pernah memerangi dua raja sebelumya; juga
dikenal dengan nama Pangeran Puger.
4. Amangkurat IV (1719 – 1726), leluhur raja-raja Surakarta dan Yogyakarta.
5. Pakubuwana II (1726 – 1742), menyingkir ke Ponorogo karena Kartasura diserbu
pemberontakl; mendirikan Surakarta.
Kasunanan Surakarta
1. Pakubuwana II (1745
– 1749), pendiri kota Surakarta; memindahkan keraton Kartasura ke Surakarta
pada tahun 1745
2. Pakubuwana III (1749 – 1788), mengakui kedaulatan Hamengkubuwana I sebagai
penguasa setengah wilayah kerajaannya.
3. Pakubuwana IV (1788 – 1820)
4. Pakubuwana V (1820 – 1823)
5. Pakubuwana VI (1823 – 1830), diangkat sebagai pahlawan nasional Indonesia;
juga dikenal dengan nama Pangeran Bangun Tapa.
6. Pakubuwana VII (1830 – 1858)
7. Pakubuwana VIII (1859 – 1861)
8. Pakubuwana IX (1861 – 1893)
9. Pakubuwana X (1893 – 1939)
10. Pakubuwana XI (1939 – 1944)
11. Pakubuwana XII (1944 – 2004)
12. Gelar Pakubuwana XIII (2004 – sekarang) diklaim oleh dua orang, Pangeran
Hangabehi dan Pangeran Tejowulan.
Kasultanan Yogyakarta
Hamengkubuwana atau Hamengkubuwono
atau Hamengku Buwono atau lengkapnya Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang
Sinuhun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalogo Ngabdurahman
Sayiddin Panotogomo Khalifatullah adalah gelar bagi raja Kesultanan Yogyakarta
sebagai penerus Kerajaan Mataram Islam di Yogyakarta. Dinasti Hamengkubuwana
tercatat sebagai dinasti yang gigih memperjuangkan kemerdekaan pada masa
masing-masing, antara lain Hamengkubuwana I atau nama mudanya Pangeran
Mangkubumi, kemudian penerusnya yang salah satunya adalah ayah dari Pahlawan
Nasional Pangeran Diponegoro, yaitu Hamengkubuwana III. Sri Sultan
Hamengkubuwana IX pernah menjabat sebagai wakil presiden Indonesia yang kedua.
Yang bertahta saat ini adalah Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Daftar sultan
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
No. Nama Dari Sampai Keterangan
1. Sri Sultan Hamengkubuwono I 13/11/1755-24/3/1792
2. Sri Sultan Hamengkubuwono II 2/4/1792-akhir 1810 periode I
3. Sri Sultan Hamengkubuwono III akhir 1810-akhir 1811 periode I
Sri Sultan Hamengkubuwono II akhir 1811-20/6/1812 periode II
Sri Sultan Hamengkubuwono III 29/6/1812-3/11/1814 periode II
4. Sri Sultan Hamengkubuwono IV 9/11/1814-6/12/1823
5. Sri Sultan Hamengkubuwono V 19/12/1823-17/8/1826 periode I
Sri Sultan Hamengkubuwono II 17/8/1826-2/1/1828 periode III
Sri Sultan Hamengkubuwono V 17/1/1828-5 /6/1855 periode II
6. Sri Sultan Hamengkubuwono VI 5 Juli 1855 20 Juli 1877
7. Sri Sultan Hamengkubuwono VII 22/12/1877-29/1/1921
8. Sri Sultan Hamengkubuwono VIII 8/2/1921-22/10/1939
9. Sri Sultan Hamengkubuwono IX 18/3/1940-2/10/1988
10. Sri Sultan Hamengkubuwono X 7/31989-sekarang
Praja Mangkunagaran di Surakarta
1. Mangkunagara I
(Raden Mas Said) (1757 – 1795)
2. Mangkunagara II (1796 – 1835)
3. Mangkunagara III (1835 – 1853)
4. Mangkunagara IV (1853 – 1881)
5. Mangkunagara V (1881 – 1896)
6. Mangkunagara VI (1896 – 1916)
7. Mangkunagara VII (1916 -1944)
8. Mangkunagara VIII (1944 – 1987)
9. Mangkunagara IX (1987 – sekarang)
Kadipaten Paku Alaman di Yogyakarta
1. Paku Alam I (1813 –
1829)
2. Paku Alam II (1829 – 1858)
3. Paku Alam III (1858 – 1864)
4. Paku Alam IV (1864 – 1878)
5. Paku Alam V (1878 – 1900)
6. Paku Alam VI (1901 – 1902)
7. Paku Alam VII (1903 – 1938)
8. Paku Alam VIII (1938 – 1998)
9. Paku Alam IX (1998 – sekarang)